Paradigma dan Teknik Integrasi Ilmu


    Secara umum masyarakat luas akan berpandangan bahwa ilmu ini wajib untuk dimiliki dari setiap individunya melalui proses pembelajaran baik itu formal maupun non formal. Akan tetapi tidak semua masyarakat secara menyeluruh sepakat untuk menyeimbangkan antara ilmu pengetahuan atau dalam ranah sains ini bisa dikolerasikan dengan pemahaman agama. Dengan perbedaan pemahaman setiap individu di muka bumi inilah yang akan melahirkan perbedaan paradigma atas integrasi dalam ilmu itu sendiri. 

    Islam mengajarkan kita sebagai umatnya untuk menuntut ilmu sampai diakhir hayatnya melalui perintah yang disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW. Islam akan mengajarkan haq dan bathil sehingga dengan berilmu manusia akan memilih mereka akan bertindak untuk bertauhid kepada Allah SWT. atau justru sebaliknya berbuat musyrik. Untuk itu ketika manusia semakin berilmu dan dipergunakan untuk hal-hal yang baik maka Allah SWT. akan meningkatkan derajatnya dimata sang pencipta maupun sesama manusia. Dengan diturunkannya perintah 4 tersebut bukan semata - mata berguna untuk Allah SWT. sebagai sang pencipta, melainkan untuk kemaslahatan manusia itu sendiri dalam menjalankan kehidupannya yang akan berdampak di dunia maupun di akhirat. 

    Namun, paradigma tersebut saat ini mulai terpengaruhi oleh perkembangan zaman. Seperti yang kita ketahui dengan semakin berkembangnya zaman yang didorong dari ilmu pengetahuan yang terus maju maka manusia akan terus terlena atas kemudahan yang mereka rasakan. Sehingga ilmu yang ada hanya dipandang sebagai alat untuk menunjang perduniawian saja tanpa adanya tujuan ilmu yang hakiki.

    Paradigma ini merupakan jawaban atas kompleksitas fonemana kehidupan yang telah terjadi, baik keilmuan agama, keilmuan sosial, humaniora, kealaman dan sebagainya. Paradigma integrasi ilmu sebagai berikut : 

1. Integratif cara pandang ilmu yang menyatukan semua ilmu pengetahuan kedalam satu kotak tertentu dengan mengasumsikan sumber tunggal yakni, Tuhan. Adapun sumber – sumber lain seperti indera, pikiran dan intuisi dipandang sebagai sumer penunjang sumber inti. Dengan demikian sumber wahyu menjadu inspirasi etis, estetis, sekaligus dari ilmu. 

2. Integralistik bercampurnya semua ilmu kedalam satu wadah dengan bersumber utama ialah Tuhan, dalam paradigma ilmu integralistik Tuhan sebagai sumber segala ilmu, dengan tidak mencampurkan sumber-sumber lain tetapi untuk menunjukan bahwa sumber –sumber lainnya merupakan bagian dari sumber ilmu dari Tuhan. Dengan kata lain, ilmu integralistik ialah ilmu yang menyatukan, dan bukan hanya sebagai tempat penggambungan wahyu Tuhan dengan temuan pikiran manusia. Peran Integrasi ilmu ini merupakan bentuk menghormati Tuhan dan manusia sekaligus, dengan menghindari proses sekularisasi obyektf pada tingkat sosio-struktual dan sukularisasi subyektif dalam tingkat kesadara. Dengan demikian, Integralisasi ilmu adalah tempat yang proposional dalam mendudukan antara ilmu dan kristisisme agama. 

3. Dialogis memiliki cara pandang yang lebih terbuka terhadap ilmu dan menghormati keberadaan berbagai macam jenis ilmu yang ada, dan tidak meninggalkan sifat kritis yang ada disetiap ilmu. Sifatnya yang terbuka, maka sekumpulan ilmu baik bersumber dari agama maupun sekular yang diasumsikan dapat bertemu saling mengisi secara konstruktif. Dialogis ini hadir dengan tujuan untuk mengatasi kontradiksi atas pemisahan antara objek dan subyek, agar tidak jatuh pada salah satunya, atau antara subyek dan obyek. Dengan demikian integrasi dialogis ini merupakan bentuk kritik terhadap keilmuan yang kontradiksi, serta menawarkan alternatif paradigma keilmuan yang terbuka dan komprehensif dengan kesediaan untuk mengapresiasi paradigma yang ada (Aziz, 2013).

    Di dalam (Fathul Mufid, 2013) menjelaskan bahwa Islam memiliki empat sumber ilmu yang dapat melahirkan ilmu-ilmu pengetahuan berdasarkan ajaran Islam, yaitu : 

1. Alqur’an dan Sunnah Al-Qur’an dan sunnah merupakan sumber paling utama dari ilmu-ilmu Islam yang di dalamnya ditemukan unsur-unsur yang dapat dikembangkan untuk membentuk keberagamaan, konsep, bahkan teori yang dapat difungsikan untuk menyelesaikan berbagai permasalahan yang dihadapi umat muslim di dunia. Mengingat sifatnya sebagai unsur utama, maka di dalam al-Qur’an dan sunnah terdapat beberapa ilmu sosial maupun ilmu alam hanya ditemukan unsur-unsur dasar baik dalam bentuk konsep besar atau teori besar (grand concept or grand theory). Memposisikan al-Qur’an dan sunnah sebagai grand concept or grand theory mengandung arti bahwa keduanya berkedudukan sebagai sumber ajaran, baik sebagai sumber teologis maupun etis sebagai petunjuk hidup masyarakat muslim. 

2. Alam semesta (afaq) Allah telah memilih manusia sebagai khalifah (pemimpin) di bumi dengan dibekali indra, akal, hati dan pedoman wahyu (al-Qur’an) dan penjelasannya (as-Sunnah). Manusia sebagai pelaku atau tokoh utama kehidupan di bumi hendaknya juga tetap menjaga alam semesta. Alam semesta memberikan peluang manusia untuk mempelajari tentang alam semesta ini kepada beberapa cabang ilmu pengetahuan seperti astronomi, kosmologi, fisika, geografi, dan matematika. Cabang-cabang ilmu pengetahuan itu nantinya akan sangat bermanfaat untuk kehidupan manusia yang hidup berdampingan dengan alam semesta. 

3. Diri manusia (Afus) Seperti yang sudah dijelaskan pada point diatas bahwa akal merupakan kunci penugasan manusia sebagai khalifah di muka bumi yang diberikan Allah SWT. hanya kepada manusia sebagai makhluk hidup dibumi, tanpa akal, manusia tidak dapat dibebani dengan hukumhukum syariat. Dari diri manusia (anfus) sebagai alam mikro, akan melahirkan berbagai ilmu sosial maupun humaniora setelah dilakukan penelitian, observasi dan ekperimen baik dari aspek fisik, psikis maupun sosiologis, seperti; ilmu kedokteran, ilmu kesehatan, ilmu kebidanan, ilmu ekonomi, ilmu hayat, psikologi, sosiologi, sejarah, dan lain sebagainya. 

4. Sejarah (Qashas) Sejarah adalah salah satu cabang ilmu pengetahuan yang dapat diciptakan oleh akal manusia. Sejarah dapat dijadikan sumber ilmu pengetahuan untuk mengungkapkan peristiwa masa silam, baik peristiwa politik, sosial, maupun ekonomi pada suatu negara, bangsa, benua, atau dunia. Peristiwa atau kejadian masa silam tersebut merupakan catatan yang diabadikan dalam laporan-laporan tertulis dan dalam lingkup yang luas. Dari sejarah kita dapat memahami tantangan hidup manusia dimasa silam untuk menciptakan masa depan yang lebih baik.

    HAMKA meyakini bahwa Aqidahlah yang akan membawa kemajuan. Hamka mengembangkan ajaran tasawuf konvensional kepada ajaran Tasawuf modern yang tidak mengurangi ajaran murni dari tasawuf itu sendiri. Dalam bukunya, Tasawuf modern Hamka menjelaskan bahwa : 

a. Bermuatan memahami, menyadari dan menghayati zuhud yang tepat seperti yang dicontohkan oleh Rasulullah s.a.w yang cukup sederhana pengertiannya, yaitu: memegang sikap hidup dimana hati tidak berhasil “dikuasai” oleh keduniawian. 

b. Sikap hidup zuhud tersebut diambil dari hasil pemahaman terhadap makna di balik kewajiban peribadatan yang diajarkan resmi dari agama Islam, karena dari peribadatan itu dapat diambil makna metaforiknya, yang tentu saja peribadatan berdasarkan I’tiqad yang benar. 

c. Sikap zuhud yang dilaksanakan berdampak mempertajam kepekaan sosial yang tinggi dalam arti mampu menyumbang kegiatan pemberdayaan umat (social empowering), seperti bergairah mengeluarkan zakat dan infaq sebergairah menerima keuntungan dalam kerja dan sebagainya.

Komentar