METODOLOGI ILMU (Resume IDI Materi 3)

 


Pengertian Metodologi Ilmu

Metodologi adalah ilmu-ilmu atau cara yang digunakan untuk memperoleh kebenaran menggunakan penelusuran dengan tata cara tertentu dalam menemukan kebenaran, tergantung dari realitas yang sedang dikaji.

Sedangkan Ilmu merupakan usaha kita untuk menemukan dan meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan yang terjadi di alam manusia. Jika seseorang yang ingin berilmu maka perlu memiliki pengetahuan. Ilmu merupakan suatu pengetahuan yang disusun secara bersistem. Ilmu adalah hasil proses berfikir yang diperoleh dari sekitar pengalaman untuk dijadikan objek penelitian dan dapat diakui / diyakini kebenarannya.

Jadi, Metodologi Ilmu adalah cara berpikir manusia untuk memperoleh kebenaran dengan menjadikan berbagai objek penelitian dan realitas yang sedang di kaji yang dapat di akui oleh masyarakat.

Lahirnya ilmu pengetahuan dan teknologi modern saat ini, berasal dari dibangkitkannya kembali tradisi-tradisi dan peradaban Yunani Kuno. Lima periode pembagian sejarah perkembangan filsafat dan ilmu oleh Hull, semenjak Yunani Kuno sampai sekarang menimbulkan pertentangan hebat terutama tentang kebermanfaatan ilmu itu sendiri. Antara penguasa dengan para sarjana, sarjana dengan rakyat biasa (tentang tanggung jawab sosial ilmuwan), atau antara sarjana dengan sarjana sendiri. Peran inteletual Islam dalam perkembangan ilmu dan filsafat adalah jembatan penghubung antara tradisi Yunani Kuno dengan ilmu pengetahuan modern saat ini. Akan tetapi, nampaknya  sains modern sudah menjadi “agama” baru yang relatif menafikan sisi-sisi normalitas, karena sifatnya yang materiaslitik.

Problem dan Krisis Sains Modern

Dampak tak terlihat sains modern ini, muncul diantaranya pada pola pikir manusia, dan pada gilirannya tentu saja pada perilakunya. Ini tampak pada dominasi rasionalisme dan empirisme pilar utama metode keilmuan (scientific method), dalam penilaian manusia atas realitasrealitas, baik realitas sosial, individual, bahkan juga keagamaan. Herman Kahn disebut sebagai budaya inderawi (yaitu yang bersifat empiris, duniawi, sekular, humanistik, pragmatis, utilitarian dan hedonistik) (Ziauddin Sardar, 1988).

Makin banyak saja orang yang yakin bahwa apa yang disebut sebagai peradaban modern, yang di dalamnya kita hidup sekarang ini, sedang berada dalam krisis. Padahal, berbicara tentang peradaban modern adalah berbicara tentang sains modern dan penerapannya, demikian kata seorang penulis sejarah sains Barat.

Dampak dari sains modern yaitu dampak psikologis, misalnya termasuk meningkat-pesatnya statistik penderita depresi, kegelisahan, psikosis, dan sebagainya. Sebagaimana halnya pada abad ke-17, sekali lagi kita mengalami destabilisasi dan keterpecahan, ketika paradigma keagamaan digugat. Argumen bahwa sains itu netral, bahwa sains bisa digunakan untuk kepentingan yang baik atau buruk, bahwa pengetahuan yang dalam tentang atom bisa digunakan untuk menciptakan bom nuklir dan juga bisa untuk menyembuhkan kanker, bahwa ilmu genetika bisa untuk mengembangkan pertanian di dunia ketiga dan juga bisa untuk “menyaingi Tuhan”, semua ini tampaknya (pernah) amat meyakinkan.

Belakangan ini banyak kritik terhadap sains modern dari berbagai kalangan. Soalnya, teknologi sebagai penerapan sains untuk kepentingan manusia punya dampak yang cukup menakutkan. Keempat dampak itu adalah dampak militer, dampak ekologis, dampak sosiologis dan dampak psikologis. Dampak pertama adalah potensi destruktif yang ditemukan sains ternyata serta merta dimanfaatkan langsung sebagai senjata pemusnah massal oleh kekuatan-kekuatan militer dunia. Sejarah tak dapat memungkiri bahwa ilmuwan berperan cukup besar dalam pengembangan senjata-senjata pemusnah massal tersebut. Dampak kedua adalah dampak tak langsung yang berupa pencemaran dan perusakan lingkungan hidup manusia oleh industri sebagai penerapan teknologi untuk kepentingan ekonomi. Dampak ketiga adalah keretakan sosial, keterbelahan personal dan keterasingan mental yang dibawa oleh pola hidup urbanisasi yang mengikuti industrialisasi ekonomi. Dampak keempat, yang paling parah, adalah penyalahgunaan obat-obatan hasil industri kimia untuk menanggulangi dampak negatif dari urbanisasi. Keempat dampak negatif penerapan sains dan teknologi itu tidaklah merisaukan kebanyakan ilmuwan karena mereka menganggap hal itu bukanlah urusan mereka. Soalnya dalam pandangan mereka, tugas mereka hanyalah mencari kebenaran ilmiah tentang alam. Oleh karena itu sains dianggap sebagai ilmu yang netral yang bisa dimanfaatkan untuk pengembangan teknologi.

The Islamic Worldview Sebagai Metodologi Ilmu

Islamic worldview adalah bagaimana Islam memandang realita. Realita ini tidak terbatas pada dunia melainkan mencakup semua yang ada baik itu bisa diindera maupun tidak (ghaib). Ia termasuk pada konsep ‘nyata’, siapa itu Allah, siapa itu ‘manusia’, dan lain sebagainya, dan buntutnya akan panjang.

Memiliki Islamic worldview maknanya adalah ‘hidup dengan pandangan terhadap realita sebagaimana diajarkan oleh Islam. Seorang Muslim tidaklah akan mengatakan bahwa kalau Islam berpandangan begini, kalau Atheist berpandangan begitu, itu adalah pandangan masing-masing. Sebab, hakikat realitas itu tidaklah bergantung pada pemikiran manusia karena manusia bukanlah yang menciptakan realitas, walaupun mungkin saja ia memandang realitas dengan berbeda-beda.

Seorang muslim akan mengatakan bahwa apa yang dijelaskan oleh Islam melalui Qur’an dan Sunnah tentang realita itulah yang merupakan pandangan yang sebenarnya terhadap hakikat realitas itu sendiri. Allah itu ada, Firman-Nya itu ada, maut itu ada, alam kubur itu ada, hari kiamat itu ada, pengadilan Allah itu ada, Surga dan Neraka itu ada. Maka pertanyaannya: apakah kita mau menerimanya (berserah diri terhadapnya, atau ber-Islam) atau mau mengingkarinya (kafir).

Komentar